1. Latar belakang pemikiran
Berdirinya himpunan mahasiswa islam (HMI) diprakarsai
oleh Larfan Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII
(Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk di tingkat I. Tentang sosok Lafran
Pane,dapat di ceritakan secara garis besarnya antara lain bahwa pemuda Lafran
Pane lahir di Sipirok Tapanuli Selatan, Sumatra utara. Pemuda lafran pane yang
tumbuh dalam lingkungan nasionalisme muslim pernah mengenyam di pendidikan
pesantren, ibtidaiyah, wusta dan sekolah muhamadiyah.
Adapun latar belakang pemikiran dalam pendirian HMI adalah : "Melihat dan menyadari bahwa kehidupan manusia dan mahasiswayang beragama islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memaham dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari system pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu di bentuk organisasi untuk merubah kondisi tersebut.organisasi magasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mekikuti alam pemikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan agamanya, yaitu agama islam. Tujuan tersebut tidak akan dilaksanakan kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.
Adapun latar belakang pemikiran dalam pendirian HMI adalah : "Melihat dan menyadari bahwa kehidupan manusia dan mahasiswayang beragama islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memaham dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari system pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu di bentuk organisasi untuk merubah kondisi tersebut.organisasi magasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mekikuti alam pemikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan agamanya, yaitu agama islam. Tujuan tersebut tidak akan dilaksanakan kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia kedalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.
2. Peristiwa Bersejarah 5 Febuari 1947
Setelah melakukan beberapa kali mengadakan pertemuan
yang berakhir pada kegagalan. Lafran pane mengadakan rapat tanpa undang, yaitu
mengadakan pertemuan secara mendadak yang mempergunakan jam kuliah tafsir.
Ketika itu hari rabu 14 rabiul awal 1366, bertepatan pada 5 febuari 1947, di
salah satu ruang kuliah STI di Jalan Setiodiningrat (sekarang panembahan
senopati), masuklah mahasiswa lafran pane yang dalam perangkatnya dalam
memimpin rapan antaralain mengadakan "Hari ini adalah pembentukan
organisasi mahasiswa islam, Karena persiapan yang di perlukan sudah beres. Yang
mau HMI sajalah yang mau di ajak mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah dia
menentangtoh tanpa mereka organisasi ini bias berdiri dan berjalan".
3. Tujuan berdirinya HMI
Pada awal pembentukan HMI bertujuan diantaranya
sebagai berikut:
a. Mempertahankan NKRI dan mempertinggikan derajat rakyat Indonesia
a. Mempertahankan NKRI dan mempertinggikan derajat rakyat Indonesia
b. Menegakkan dan megembangkan ajaran agama islam.
4. Tokoh-tokoh himpunan mahasiswa islam (HMI)
Tokoh-tokoh pemula / pendiri HMI antara lain:
a. Lafran pane (Yogya)
b. Karnoto Zarkasyi (Ambarawa)
c. Dahlan Husein (Palembang)
d. Maisaroh Hilal (Singapura)
e. Suwali
f. Yusdi Ghozali (Semarang)
g. Mansyur
h. Siti Zainah (Palembang)
i. Hasan Basri
j. Marwan
k. Zulkarnan
l. Tayib Razak
m. Toha Mashudi (Malang)
n. Baidron Hadi (Yogya)
5. Faktor pendukung berdirinya himpunan mahasiswa
islam (HMI)
a. Posisi dan arti kota Yogyakarta
a. Posisi dan arti kota Yogyakarta
• Yogyakarta sebagai ibukota NKRI dan kota perjuangan
• Pusat gerakan islam
• Kota universitas/ kota pelajar
• Pusat kebudayaan
• Terletak di central of java
b. Kebutuhan penghayatan dan keagamaan mahasiswa
c. Adanya tuntutan perang kemerdekaan bangsa Indonesia
d. Adanya STI (Sekolah Tinggi Agama Islam), BPT (Balai
Perguruan Tinggi)
e. Gajah mada, STT (Sekolah Tinggi Tehnik)
f. Adanya dukungan presiden STI Prof. Abdul Kahar
Muzakir
g. Umat islam Indonesia mayoritas
6. Fase-fase perkembangan himpunan mahasiswa islam (HMI) dalam perjuangan bangsa Indonesia
a. Fase konsilidasi perkembangan spiritual (1946 -
1947)
Sudah diterangkan di atas.
b. Fase pengkokohan (5 febuari 1947 – 30 november
1947)
Selama kurang lebih 9 (Sembilan) bulan, reaksi-reaksi
terhadap kelahiran HMI barulah berakhir. Masa Sembilan bulan itu di pengaruhi
untuk menjawab berbagai reaksi dan tantangan yang dating silih berganti, yang
kesemuanya itu saling mengokohkan eksistensi HMI sehinga dapat berdiri tegak
dan kokoh.
c. Fase Perjuangan Bersenjata (1947-1949)
Seiring dengan tujuan HMI yang di gariskan sejak awal
berdirinya, maka konsekuensinya dalam masa perang kemerdekaan, HMI terjun
kegelangangan pertempuran melawan agresi yang di lakukan oleh belanda, membantu
pemerintah baik memegang senjata bedil dan bamboo runcing, sebagai setaff,
penerangan, penghubung. Untuk menghadapi pemberontak di Madiun 18 september
1948, Ketua PPMI / Wakil ketua PBHMI Ahmad Tirtosudiro membentuk corps
mahasiswa (CM), dengan komandan hartono dan wakil komandan Ahmad Tirtosudiro,
ikut membantu pemerintah pemberontakan PKI di Madiun. Dendam serta benci itu
Nampak sangat menonjol pada tahun 1964-1968, di saat menjelang meletusnya G30 S
/ PKI.
d. Fase pertumbuhan dan perkembangan HMI (1950-1963)
d. Fase pertumbuhan dan perkembangan HMI (1950-1963)
Selama para kader HMI yang terjun ke gelengang
pertempuran melawan pihak pihak aggressor, selama itu pula pembina organisasi
terabaikan.namun hal seperti itu di lakukan secara sadar, karena itu semua
meliarisir tujuan dari HMI sendiri. Serta dwi tugasnya yakni tugas agama dan
tugas bangsa. Maka dengan adanya penyerahan kedaultan rakyat tanggal 27
desember 1949, mahasiswa yang berniat untuk melanjutkan kuliahnya ermunculan di
Yogyakarta. Sejak tahun 1950 dilakukan konsilidasi internal organisasi.
Disadari bahwa konsilidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa.
Bulan juli 1951 PB HMI dipisahkan dari Yogyakarta ke Jakarta.
e. Fase tantangan (1964-1965)
Dendam sejarah PKI kepada HMI merupakan sebuah
tantangan tersendiri bagi HMI. Setelah agitasi-agitasinya berhasil membubarkan
masyumi dan GPII, PKI menganggap HMI adalah kekuatan ketiga umat islam. Begitu
bersemangatnya PKI dan simpatinya dalam membubarkan HMI, terlihat dalam segala
aksi-aksinya, mulai dari hasuran, fitnah propaganda hingga aksi-aksi rill
beruba penculikan dan sebagainya. Usaha-usaha yang gigih dari kaum komunis
dalam membubarkan HMI ternyata tidak menjadi kenyataan, dan sejarahpun telah membeberkan
dengan jelas siapa yang kontra revolusi, PKI dari puncak aksi pada tanggal 30
september 1965 telah membuatnya sebagai salah satu organisasi terlarang.
f. Fase kebangkitan HMI sebagai pelopor orde baru (1966-1968)
f. Fase kebangkitan HMI sebagai pelopor orde baru (1966-1968)
HMI sebagai sumber insani bangsa turut melopori Brde
Baru.
Salah satu organisasi Himpunan Mahasiswa
Islam di UNNES adalah KAMMI, yang filosofinya akan dijelaskan di bawah ini.
ASAS KAMMI
KAMMI berazaskan Islam. ini mengutamakan
persaudaraan (ukhuwwah islamiyah) antar sesama mahasiswa muslim Indonesia dan
bersifat Independen.
VISI
KAMMI
KAMMI merupakan wadah perjuangan
permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin dalam upaya mewujudkan
bangsa dan negara Indonesia yang Islami.
MISI
KAMMI
1. Membina keislaman, keimanan, dan
ketaqwaan mahasiswa muslim Indonesia.
2. Menggali, mengembangkan, dan
memantapkan potensi dakwah, intelektual, sosial, dan politik mahasiswa.
3. Mencerahkan dan meningkatkan kualitas
masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang rabbani, madani (civil society).
4. Memelopori dan memelihara komunikasi,
solidaritas, dan kerjasama mahasiswa Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan
kerakyatan dan kebangsaan.
5. Mengembangkan kerjasama antar elemen
masyarakat dengan semangat membawa kebaikan, menyebar manfaat, dan mencegah
kemungkaran (amar ma`ruf nahi munkar).
PRINSIP
GERAKAN KAMMI
1.
Kemenangan Islam adalah jiwa perjuangan KAMMI
2.
Kebathilan adalah musuh abadi KAMMI
3.
Solusi Islam adalah tawaran perjuangan KAMMI
4.
Perbaikan adalah tradisi perjungan KAMMI
5.
Kepemimpinan umat adalah strategi perjuangan KAMMI
6.
Persaudaraan adalah watak muamalah KAMMI
STATUS,
IDENTITAS DAN PERAN
KAMMI
adalah organisasi ekstra kampus yang menghimpun mahasiswa muslim seluruh
Indonesia secara lintas sektoral, suku, ras dan golongan. KAMMI menghimpun
segenap mahasiswa muslim Indonesia yang bersedia bekerjasama membangun negara
dan bangsa Indonesia.
KAMMI
berperan sebagai wadah dan mitra bagi mahasiswa Indonesia yang ingin menegakkan
keadilan dan kebenaran dalam wadah negara hukum Indonesia melalui tahapan
pembangunan nasional yang sehat dan bertanggung jawab.
KAMMI
mengambil peran sebagai mitra bagi masyarakat dalam upaya-upaya pembangunan
masyarakat sipil, demokratisasi dan pembangunan kesatuan/persaudaraan ummat dan
bangsa melalui pendampingan/advokasi sosial, kritisi/konstruktif terhadap
kebijakan negara yang memarginalisasi masyarakat.
Potret
Dinamika KAMMI:
Di awal pendiriannya, KAMMI merupakan
sebuah jaringan aksi. Setelah tumbangnya rezimentasi Suharto, KAMMI mengalami
perubahan format/bentuk pergerakan menjadi sebuah organisasi masyarakat
kemahasiswaan ekstra kampus.Hal ini merespons tuntutan di masyarakat akan
perlunya wadah bagi pembangunan kepemimpinan di kalangan pemuda terutama
mahasiswa.Sejak pendiriannya, KAMMI sudah melakukan 5 (lima) kali Muktamar
sebagai forum musyawarah tertinggi organisasi. Dinamika organisasi juga
ditandai dengan berkembangnya/berdirinya KAMMI di berbagai daerah di seluruh
Indonesia.
Ada
beberapa aspek yang menjadi perhatian/concern bagi aktifitas KAMMI :
1.
Aspek pembangunan SDM / kaderisasi
Kaderisasi dalam organisasi ibarat
menyiapkan kelangsungan hidup/continuity organisasi. Merupakan upaya
pembangunan karakteristik ke-Islaman, akidah, akhlaqul karimah, kepemimpinan
dan intelektual. Dalam aspek ini meliputi aktifitas rekruitmen, pelatihan
berjenjang, up-grading,kursus-kursus dan pembelajaran kepemimpinan baik di
dalam organisasi maupun di luar organisasi. Hingga saat ini sudah ada riibuan
kader yang telah direkrut dan kemudian sebagian besar kader menjadi
pemimpin-pemimpin mahasiswa diberbagai lembaga-lembaga intra kampus maupun
ekstra kampus.
2.
Aspek Kebijakan Publik dan Intelektualitas
Merupakan aspek pengkritisan terhadap
kebijakan-kebijakan negara atas masyarakat, kajian terhadap fenomena masyarakat
pada skala lokal, nasional dan global. Kajian dan kritisi merupakan langkah
awal untuk melakukan gerakan perubahan menuju perbaikan dan advokasi politik.
Aspek ini meliputi telaah kebijakan-kebijakan pemerintahan,
penerbitan-penerbitan hasil kritisi kebijakan maupun kontemplasi pemikiran dan
pembangunan jaringan ummat pada beragam skala wilayah dan sosial. Pada aspek
ini, agenda gerakan mahasiswa ditujukan sebagai pematangan kepemimpinan politik
kafer,dan sumbangsih bagi perubahan bangsa.
3.
Aspek Sosial Masyarakat
Beragam problem-problem sosial ada di
sekitar kita; kemiskinan, keterbelakangan, kriminalitas, kualitas hidup yang
rendah, bencana alam dan sebagainya. Problem ini menimbulkan kelemahan dan
kerawanan sosial dan bahkan bisa mengancam daya tahan sebuah bangsa. Kepedulian
KAMMI diwujudkan dalam bentuk pendampingan/advokasi masyarakat marginal,
pendidikan masyarakat lemah, penanganan bencana alam,dan sebagai mitra bagi
pemerintah dan organisasi lain untuk bersama mencari solusi atas problem sosial
dan budaya.
4.
Aspek Ekonomi
Sejumlah kader yang tersebar dalam 43
daerah/jaringan di seluruh Indonesia merupakan potensi ekonmi yang besar.
Terlepas dari itu, bahwa pembangunan enterpreneurship dan ruang usaha/ekonomi
adalah hal yang sangat penting untuk saat ini ke depan, terutama bagi generasi
muda. Aspek ini diwujudkan dengan adanya gerakan Koperasi sebagai gerakan
ekonomi KAMMI, pembangunan jaringan usaha baik lokal, nasional dan regional.
5.
Aspek Hubungan Masyarakat
Perkembangan masyarakat semakin menuntut
kecepatan transformasi informasi dan komunikasi. Dan hal ini sangat besar
pengaruhnya bagi pembangunan interrelasi manusia baik secara inpidu maupun
kolektif. Aspek ini menekankan pada pembangunan relasi antar inpidu dan institusi
baik pada skala nasional maupun global.
6.
Aspek Pembangunan Kemuslimahan/Kewanitaan
Masih belum terbangunnya daya gerak dan
daya dukung kalangan perempuan (muslimah) telah melahirkan distorsi peran dan
psosisi strategis kalangan muslimah dalam pembangunan. Faktor politik, sosial
dan budaya yang masih pragmatif, feodal dan liberal telah melahirkan
ketidakadilan yang meluas di kalangan wanita. Karena itu pembangunan aspek
kemuslimahan ditujukan bagi terbangunnya keberdayaan peran muslimah di segala
aspejk kehidupan.
Sejarah
dan Ruang Lingkup Pergerakan Mahasiswa Islam di Indonesia
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
merupakan salah satu elemen mahasiswa yang terus
bercita-cita mewujudkan Indonesia ke depan
menjadi lebih baik. PMII berdiri tanggal 17 April 1960 dengan
latar belakang situasi politik tahun 1960-an yang
mengharuskan mahasiswa turut andil dalam mewarnai kehidupan sosial politik di
Indonesia. Pendirian PMII dimotori oleh kalangan muda NU (meskipun di kemudian hari dengan
dicetuskannya Deklarasi Murnajati 14 Juli 1972, PMII
menyatakan sikap independen dari lembaga NU). Di antara pendirinya adalah Mahbub Djunaidi dan Subhan ZE (seorang jurnalis sekaligus politikus
legendaris).
Sejarah
Latar belakang pembentukan PMII
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir
karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya
organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat
kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi
Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan
sebagai penyebab berdirinya PMII:
- Carut marutnya situasi politik bangsa indonesia
dalam kurun waktu 1950-1959.
- Tidak menentunya sistem pemerintahan dan
perundang-undangan yang ada.
- Pisahnya NU dari Masyumi.
- Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang tergabung
di HMI karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
- Kedekatan HMI dengan salah satu parpol yang ada
(Masyumi) yang nota bene HMI adalah underbouw-nya.
Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan
keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan
organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi
mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat
dari kalangan mahsiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang
berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Organisasi-organisasi pendahulu
Di Jakarta pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan
Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) yang dipelopori oleh Wa'il Harits
Sugianto.Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul
Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi
mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan
PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24
Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan
memperlemah eksistensi IPNU.
Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul
kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun
kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai
langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di
Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang
diketuai oleh Isma'il Makki (Yogyakarta). Namun dalam perjalanannya antara IPNU
dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program
organisasi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh
mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu
para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu
diawasi oleh PP IPNU.
Konferensi Besar IPNU
Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi
mahasiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar
(KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini
kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU
secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa,
KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian
organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:
- A. Khalid Mawardi (Jakarta)
- M. Said Budairy (Jakarta)
- M. Sobich Ubaid (Jakarta)
- Makmun Syukri (Bandung)
- Hilman (Bandung)
- Ismail Makki (Yogyakarta)
- Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
- Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
- Laily Mansyur (Surakarta)
- Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
- Hizbulloh Huda (Surabaya)
- M. Kholid Narbuko (Malang)
- Ahmad Hussein (Makassar)
Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu
Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum
PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.
Deklarasi
Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah
mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya.
Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung,
Semarang,Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat
Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat tu diperdebatkan nama
organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau
Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII.
Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali
dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya
disepakati huruf "P" merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga
PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga
menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta
memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid
Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum.
Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan
kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17
April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia lahir dari
organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama’
(NU). Pada tanggal 17 April 1960. ide lahirnya PMII lahir dari hasrat yang kuat
dari kalangan mahasiswa NU untuk membentuk sebuah organisasi yang menjadi
tempat berkumpul dan beraktifitas bagi mereka. Akan tetapi karena pada waktu
itu sudah berdiri Ikatan Pemuda Nahdlatul Ulama (IPNU), sementara anggota dan
pengurusnya banyak yang dari mahasiswa maka para mahasiswa NU banyak yang
bergabung dengan IPNU. Sebenarnya keinginan untuk membentuk sebuah organisasi
sudah ada sejak Muktamar II IPNU tahun 1959 di Pekalongan Jawa Tengah, akan
tetapi belum mendapat respon yang serius, karena IPNU sendiri pada waktu itu
masih memerlukan pembenahan, dalam proses IPNU yang masih dalam proses establish
dikhawatirkan tidak ada yang mengurusi. Karena IPNU dianggap tidak mampu
menampung aspirasi mahasiswa NU pada waktu itu. Pertama, kondisi objektif
antara keinginan dan harapan mahasiswa serta dinamika yang terjadi berbeda
dengan keinginan para pelajar. Kedua, dengan hanya membentuk departemen dalam
IPNU mahasiswa NU tidak bisa masuk PPMI Persatuan Perhimpunan Mahasiswa
Indonesia, karena PPMI hanya menampung ormas mahasiswa.
Puncak dari perhelatan dibentuk tidaknya organisasi mahasiswa NU adalah ketika IPNU menyelenggarakan konferensi besar pada tanggal 14-17 Maret 1960 diKaliurang Yogyakarta. Diawali oleh Isma’il Makky selaku ketua departemen Perguruan Tinggi (IPNU) dan M. Hartono, BA (mantan Wakil Pimpinan usaha Harian Pelita Jakarta), akhirnya forum konferensi membuat keputusan tentang perlunya didirikan organisasi mahasiswa NU. Lalu dibentuklah panitia sponsor pendiri yang beranggotakan 14 orang, yang dilanjutkan dengan musyawarah mahasiswa NU yang diselenggarakan di Surabaya, yang sebelumnya PBNU sudah merestui. Dan pada tanggal 17 April 1960 secara sah PMII dinyatakan berdiri dan H. Mahbub Djunaidi dinyatakan sebagai ketua terpilih.
Puncak dari perhelatan dibentuk tidaknya organisasi mahasiswa NU adalah ketika IPNU menyelenggarakan konferensi besar pada tanggal 14-17 Maret 1960 diKaliurang Yogyakarta. Diawali oleh Isma’il Makky selaku ketua departemen Perguruan Tinggi (IPNU) dan M. Hartono, BA (mantan Wakil Pimpinan usaha Harian Pelita Jakarta), akhirnya forum konferensi membuat keputusan tentang perlunya didirikan organisasi mahasiswa NU. Lalu dibentuklah panitia sponsor pendiri yang beranggotakan 14 orang, yang dilanjutkan dengan musyawarah mahasiswa NU yang diselenggarakan di Surabaya, yang sebelumnya PBNU sudah merestui. Dan pada tanggal 17 April 1960 secara sah PMII dinyatakan berdiri dan H. Mahbub Djunaidi dinyatakan sebagai ketua terpilih.
- Unsur pemikiran yang ditonjolkan pada organisasi
yang akan berdiri pada waktu itu adalah:
- Mewujudkan adanya kedinamisan sebagai organisasi
mahasiswa, khususnya karena pada waktu itu situasi nasional sedang
diliputi oleh semangat revolusi.
- Menampakkan identitas ke-Islaman sekaligus
sebagai konsepsi lanjutan dari NU yang berhaluan ahlu sunnah wal jamaah
juga berdasarkan perjuangan para wali di pulau jawa yang telah sukses
dengan dakwahnya. Mereka sangat toleran atas tradisi dan budaya setempat.
Sehingga dengan demikian ajaran-ajarannya bersifat akomodatif.
- Memanifestasikan nasionalisme sebagai semangat
kebangsaan, karenanya nama Indonesia harus tercantum.
Independensi PMII
Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya berada di bawah
naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai induknya, NU.
PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural maupun fungsional.
Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis Orde Baru mulai
mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga penyederhanaan partai
politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta organisasi- organisasi
profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan NKK/BKK, maka PMII
menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui Mubes di Murnajati,
PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi manapun (terkenal
dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973 di Ciloto, Jawa
Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.
Namun, betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak
lepas dari faham Ahlussunnah wal Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini
berarti secara kultural- ideologis, PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan.
Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang merah antara PMII dengan NU. Dengan
Aswaja PMII membedakan diri dengan organisasi lain.
Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir
ini lebih tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya,
keterpautan moral, kesamaan background, pada hakekat keduanya susah untuk
direnggangkan.
Jatuhnya orde lama dan naiknya Soeharto sebagai rezim
orde baru membawa kepada perubahan politik dan pemerintahan yang cukup
signifikan setelah Soekarno sebelumnya membubarkan Masyumi, orde baru juga
berobsesi untuk mengurangi partai politik yang berbau ideologi dengan
mendirikan partai untuk menopang keuasaannya sendiri. Kebijakan pemerintahan
orde baru diatas telah menempatkan pemerintahan sebagai wilayah kauasaan yang
tidak bisa dijamah dan dikritisi oleh masyarakat.
Fenomena diatas menuntut PMII mampu melakukan
pembacaan secara jeli tentang dirinya ditengah upaya pemerintah untuk melakukan
upaya-upaya pengkerdilan terhadap setiap komponen masyarakat-bangsa termasuk
partai politik selain golkar. Dari hasil pembacaan itu bahwa apabila PMII tetap
bernaung dibawah NU yang masih berada pada wilayah politik praktis, maka PMII
akan mengalami kesulitan untuk berkembang sebagai ormas mahasiswa. Atas dasar
pertimbangan inilah pada MUBES V tanggal 14 Juli 1972 di Munarjati Malang, PMII
memutuskan untuk menjadi organisasi yang independen yang tertuang dalam
deklarasi Munarjati. Dengan ini PMII sebagai tidak terikat pada sikap dan
tindakan siapapun dan hanya komitmen dengan perjuangan organisasi serta
cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskan pancasila.
Pada periode 1980-an PMII yang mulai serius masuk dan
melakukan pembinaan di perguruan tinggi menemukan kesadaran baru dalam
menentukan pilihan dan corak gerakannya. Bersamaan dengan Khittah 1926 NU pada
tahun 1984 dan diterimanya pancasila sebagai asas tunggal, PMII telah membuat
pilihan-pilihan peran yang cukup strategis. Dikatakan strategis karena
menentukan pilihan pada tiga hal yang penting, yaitu:
- PMII memberikan prioritas pada upaya pengembangan
intelektualitas.
- PMII menghindari keterlibatannya dengan politik
praktis, baik secara langsung atau tidak, dan bergerak pada wilayah
pemberdayaan Civil Society.
- Memilih mengembangkan paradigma kritisisme
terhadap negara. Pilihan-pilihan tersebut membuat PMII selalu berjarak
dengan struktur-struktur kekuasaan politik maupun pemerintahan.
Makna Filosofis
Dari namanya PMII disusun dari empat kata yaitu
“Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang
dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa
bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam
sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut
upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan
agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas
kekhalifahannya.
Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda
yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas
diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan
dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut
terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan
tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa
dan negara.
“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai
agama yang dipahami dengan haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu
konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman,
islam, dan ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya
tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam terbuka,
progresif, dan transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka,
menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah sebuah
rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu
dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab
(civilized).
Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah masyarakat,
bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 45.
Sumber :
http://noexs.blogspot.com/2009/05/sejarah-berdirinya-himpunan-mahasiswa.html
http://pmiialghazali.blogspot.com/2009/10/sejarah-pergerakan-mahasiswa-islam.html#
0 komentar:
Posting Komentar